Jumat, 18 April 2014

Penerapan Diskresi oleh BNN dalam Penanganan Kasus Penyalahgunaan Narkoba: Penahanan Raffi Ahmad





Oleh: Masrully (1110842033)
(Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, UNAND)


ABSTRAK
Peraturan yang dibuat oleh pemerintah tidak selalu bisa menyentuh sebuah persoalan yang diatur secara komprehensif. Oleh karena itu dibutuhkan sedikit kebebasan bagi administrator dalam bertindak ketika mereka menghadapi persoalan yang belum diatur secara jelas di dalam undang-undang, kebebasan ini dikenal  dengan istilah diskresi.
Contoh penerapan diskresi oleh administrasi negara adalah kebijakan BNN untuk menahan Raffi Ahmad yang terbukti mengonsumsi methylone. Zat ini merupakan zat turunan dari zat katinone yang merupakan jenis narkoba golongan I. Penahanan Raffi Ahmad menuai pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat karena zat methylone tidak tercantum dalam penjelasan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Tindakan BNN ini merupakan kebijakan yang tepat dan rasional karena zat ini terbukti merupakan turunan dari zat katinon , bahan dasarnya adalah katinon yang dikombinasikan dengan metil. Selain itu zat ini juga menimbulkan efek yang sama dengan efek yang ditimbulkan oleh alkohol, kokain, ektasi dan narkoba jenis lainnya.

Keyword: Peraturan, Diskresi, Administrator, BNN, Methylone

PENDAHULUAN

       Di dalam sebuah negara pemerintah memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penyelenggara negara dan pelayan publik. Untuk mengatur penyelenggaraan kedua fungsi tersebut pemerintah membentuk dan menetapkan undang-undang atau peraturan yang memilki kekuatan hukum sebagai landasan dan acuan bagi para administrator. Menurut Atmosudirjo hukum dibutuhkan karena dalam negara modern pemerintah telah banyak ikut campur dalam berbagai dimensi kehidupan masyarakat (Atmosudirjo, 1994: 25).
      Undang-undang merupakan produk hukum yang dibuat oleh manusia, sehingga tidak ada suatu undang-undang yang rumusan pasal-pasalnya dapat menjangkau seluruh aspek kehidupan masyarakat dan keseluruhan kejadian yang tidak dapat diramalkan (http://jurnal.umy.ac.id). Terkadang muncul masalah-masalah baru yang belum diatur secara tegas di dalam undang-undang, namun tetap harus diselesaikan oleh administrator. Oleh karena itu, dibutuhkan sedikit kebebasan bagi  administrator  untuk mengambil kebijakan dalam rangka menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Kebebasan ini dikenal dengan istilah diskresi atau freies ermessen.


PEMBAHASAN

1. Konsep Diskresi
Menurut Panjaitan  istilah diskresi atau freies ermessen berasal dari bahasa Jerman. Kata freies diturunkan dari kata frei dan freie yang artiny  bebas. Sedangkan kata ermessen berarti mempertimbangkan, menilai, menduga, dan keputusan. Jadi secara etimologis, freies ermessen dapat diartikan sebagai “orang yang bebas mempertimbangkan,bebas menilai, bebas menduga, dan bebas mengambil keputusan” ( Jurnal Ilmu Administrasi, 2010: 118).
Sofyan Lubis berpendapat bahwa diskresi adalah kebijakan dari pejabat yang intinya membolehkan pejabat publik melakukan sebuah kebijakan dimana undang-undang belum mengaturnya secara tegas, dengan tiga syarat, yakni demi kepentingan umum, masih dalam batas wilayah kewenangannya, dan tidak melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (http://www.kantorhukum-lhs.com).
Diskresi dibutuhkan untuk mendukung efektivitas penyelenggaraan negara. Bahsan Mustafa menyebutkan bahwa diskresi diberikan kepada pemerintah mengingat fungsi pemerintah atau administrasi negara , yaitu menyelenggarakan kepentingan umum yang berbeda dengan fungsi kehakiman untuk menyelesaikan sengketa antar penduduk. Keputusan pemerintah lebih mengutamakan pencapaian tujuan atau sasarannya daripada sesuai dengan hukum yang berlaku (Ridwan, 2006: 178).
Namun diskresi memiliki batasan-batasan yang harus diperhatikan oleh administrator agar penggunaan diskresi tidak bertentangan dengan peraturan hukum yang lain, baik formal maupun konvensional. Selain itu diskresi  juga menuntut tanggung jawab secara moral maupun secara hukum, sebagaimana dinyatakan oleh Sri Juni Woro Astuti  bahwa diskresi dan akuntabilitas bagaikan dua mata uang yang tidak bisa dipisahkan (http://journal.unair.ac.id) .

 2. Diskresi BNN dalam Kasus Penahanan Raffi Ahmad
BNN (Badan Narkotika Nasional) merupakan salah satu lembaga negara yang bertugas untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan  penyalahgunaan narkotika dan prekursor narkotika. Kedudukannya diatur oleh undang-undang, yaitu dalam UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Pada tanggal 27 Januari 2013 BNN menangkap Raffi Ahmad di rumahnya di Jalan Gunung Balong Kavling VII Nomor 16 I, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Dia ditangkap bersama beberapa artis lainnya karena diduga menggunakan narkoba (http://www.tempo.co). Setelah dilakukan penyelidikan, akhirnya Raffi secara resmi ditahan BNN pada tanggal 1 Februari 2013 karena Raffi terbukti dan mengaku menyimpan narkoba (http://celebrity.okezone.com). Dari hasil tes laboratorium Raffi terbukti positif mengonsumsi metilon. Dia juga disangka memiliki 14 butir metilon dan dua linting ganja. (http://www.merdeka.com).
Kasus ini menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Hotman Paris, seorang pengacara, mengatakan bahwa kebijakan BNN untuk menahan Raffi Ahmad merupakan tindakan yang tidak tepat,  ia menilai apa yang dilakukan Raffi tidak dapat disebut tindak pidana karena zat methylone belum diatur undang-undang, jika memang akan menahan Raffi harus ditetapkan dulu di dalam undang-undang (http://entertainment.kompas.com). Sebaliknya, Mufti Djusnir, seorang ahli farmakologi, mendukung dan meyakinkan BNN bahwa tindakan mereka tepat, karena methylone merupakan zat turunan dari katinone yang telah diatur dalam undang-undang.
Menurut penulis, kebijakan BNN untuk menahan Raffi merupakan sebuah bentuk diskresi yang tepat. Karena walaupun tidak disebutkan secara jelas di dalam undang-undang, namun penelitian dan ahli farmakologi telah menyatakan dan membuktikan bahwa mehtylone merupakan turunan dari katinone. Kemudian, zat ini juga merupakan zat yang berbahaya bagi kesehatan, mengonsumsi methylone bisa menyebabkan denyut jantung menjadi meningkat ke titik yang bisa membuat penggunanya mengalami palpitasi atau denyut jantung tidak teratur. Efek yang ditimbulkan zat ini juga sama dengan efek yang ditimbulkan narkotika  seperti alkohol dan ektasi (http://health.liputan6.com).
Revisi undang-undang tentang narkotika hanya dibutuhkan jika zat methylone merupakan zat yang baru dan tidak termasuk kategori narkotika yang disebutkan dalam penjelasan undang-undang, tetapi faktanya zat tersebut merupakan turunan dari narkotika.





KESIMPULAN
Diskresi merupakan kebebasan bagi administrator untuk mengambil kebijakan terhadap persoalan yang belum diatur di dalam undang-undang atau dalam menginterpretasikan undang-undang yang masih bersifat general. Diskresi melekat dan dibutuhkan untuk meningkatkan efektivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan oleh administrator negara.
Kasus penahanan Raffi Ahmad yang terbukti mengonsumsi zat methylone oleh BNN merupakan salah satu bentuk diskresi kebijakan. Kebijakan BNN ini merupakan tindakan yang rasional dan tepat, karena methylone terbukti merupakan zat turunan dari katinone.
 




DAFTAR PUSTAKA

Aritonang , Dinoroy. Penggunaan Asas Diskresi dalam Pembuatan Produk Hukum. Jurnal Ilmu Administrasi, Vol. VII, No. 2, Juni 2010.
Atmosudirjo, S. Prajudi. 1994. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia
Ridwan, HR. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
http://journal.unair.ac.id/detail_jurnal.php?id=4063&med=15&bid=8. Diakses pada tanggal 18 April 2013.
http://health.liputan6.com/read/501868/methylone-yang-dipakai-raffi-ahmad-itu-apa-ya-cek-di-sini. Diakses pada 18 April 2013.
http://jurnal.umy.ac.id/index.php/mediahukum/article/view/1381. Diakses pada 18 April 2013.
http://entertainment.kompas.com/read/2013/02/03/11344669/Hotman.Paris.Raffi.Tak.Pantas.Ditahan.karena.Methylone. Diakses pada tanggal 23 April 2013.
http://www.merdeka.com/peristiwa/raffi-ahmad-resmi-ditahan-di-rutan-bnn.html. Diakses pada tanggal 23 April 2013.
http://www.tempo.co/read/news/2013/01/27/064457239/Begini-Kronologi-Penggerebekan-Raffi-Ahmad-Cs. Diakses pada tanggal 23 April 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar