Jumat, 18 April 2014

Teori-Teori dalam Pengambilan Keputusan




Istilah “teori” berasal dari Latin theoria atau bahasa Yunani theoros yang berarti spectator atau pengamat, yaitu orang yang mengamati , menyaksikan, atau melihat. Secara istilah teori dapat diartikan sebagai hasil pengamatan atau penglihatan manusia yang kemudian diabstraksi (dan kadang-kadang dikembangkan secara  spekulatif ), disusun menjadi proposisi-proposisi (hubungan dua konsep atau lebih)  dan pada gilirannya digunakan untuk mengkomunikasikan secara ringkas dan padat hasil pengamatan tersebut (Kusdi, 2009: 2-3). Senada dengan definisi itu, Kerlinger menyatakan bahwa teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep (Singarimbun & Effendi, 2011: 37).  Jadi disini teori dapat kita simpulkan sebagai serangkaian asumsi, konsep, konstrak, dan proposisi yang menerangkan suatu fenomena berdasarkan hasil pengamatan yang dilkakukan sebelumnya.
Pengambilan keputusan menurut Tarigan, adalah memilih tindakan untuk menyelesaikan permasalahan (Tarigan, 2005: 6). Sementara William R. Dill memberikan definisi keputusan  sebagai suatu pilihan terhadap pelbagai macam alternatif (Islamy, 2004: 22). Senada dengan itu, Robbins (2008: 187) menyatakan bahwa membuat keputusan berarti membuat pilihan- pilihan dari dua alternatif atau lebih. Jadi pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai proses membuat pilihan dari beberapa alternatif pilihan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita pahami, bahwa teori pengambilan keputusan adalah serangkaian konsep, asumsi, proposisi yang menerangkan fenomena pengambilan keputusan. Teori-teori tersebut menjelaskan bagaimana suatu keputusaan dibuat pada sebuah organisasi berdasarkan pengamatan dan penelitian yang telah dilakukan secara ilmiah secara ilmiah.Teori-teori tersebut membantu kita dalam memahami proses pengambilan keputusan.
Menurut  Brinckloe, ada beberapa teori yang menjelaskan bagaimana keputusan dibuat, yaitu aliran birokratik, aliran manajemen saintifik, aliran hubungan kemanusiaan, aliran rasionalitas ekonomi, aliran satisficing, dan aliran analisis sistem.

1.      Aliran Birokratik
Teori memberi tekanan yang  cukup besar pada arus dan jalannya pekerjaan dalam struktur organisasi. Teori ini menyatakan bahwa keputusan dibuat oleh atasan, dan bawahan bertugas menyediakan informasi  yang dibutuhkan oleh atasan dalam proses pengambilan kepputusan. Sebagaimana dinyatakan oleh J. Salusu (1996: 71) bahwa tugas dari eselon bawah ialah melaporkan masalah, memberi informasi, menyiapkan fakta dan keterangan-keterangan lainnya kepada atasannya. Dengan menggunakan segala pengetahuan  dan keterampilan dan kemampuannya, atasan tadi membuat keputusan setelah mempelajari  semua informasi tadi.

2.      Aliran Manajemen Saintifik
Teori ini menekankan pada pandangan bahwa tugas-tugas itu dapat dijabarkan ke dalam elemen-elemen logis, yang dapat digambarkan secara saintifik. Sementara, manajemen sendiri memiliki kemampuan untuk menganalisis dan menyelesaikan suatu masalah (Salusu, 1996: 71). Jadi manajemen saintifik sebuah keputusan dibuat dengan menggunakan metode-metode ilmiah yang logis.

3.      Aliran Hubungan Kemanusiaan
Teori ini berpendapat bahwa organisasi dapat berbuat lebih apabila banyak perhatian diberikan kepada manusia dalam organisasi itu, seperti yang menimbulkan kepuasan kerja, peran serta dalam pengambilan keputusan, memberlakukan organisasi sebagai suatu kelompok sosial yang mempunyai tujuan (Salusu, 1996: 72). Jadi terkait dengan pengambilan keputusan teori ini berpendapat bahwa pengambilan keputusan sebaiknya mengikutsertakan bawahan, serta menarik aspirasi dari bawahan. Agar dalam pengambilan keputusan terjalin koordinasi dan kerjasama yang baik  antara atasan dengan bawahan maka dibutuhkan kedekatan emosional antara keduanya. Oleh karena itu dalam organisasi, perlu untuk memperhatikan kenyamanan dan kepuasan kerja bawahan melalui pendekatan-pendekatan emosional.

4.      Aliran rasionalitas ekonomi
Teori ini memandang organisasi sebagai suatu unit ekonomi yang mengkonversi masukan (input) menjadi luaran (output), dan yang harus dilakukan dengan cara yang paling efisien. Menurut teori ini suatu langkah kebijakan akan  terus berlangsung sepanjang itu mempunyai nilai yang lebih  tinggi daripada biayanya (Salusu, 1996: 72). Dalam pengambilan keputusan , teori ini mengutamakan salah satu unsur  rasionalitas yang erat kaitannya dengan studi ekonmi, yaitu prinsip efisiensi. Sehingga menurut teori ini,  suatu keputusan akan diambil ketika manfaat yang akan diperoleh dari kebijakan tersebut lebih tinggi daripada cost yang dibutuhkan.

5.      Aliran Satisficing
Aliran ini memandang bahwa tidak ada suatu keputusan suatu keputusan yang sempurna. Seorang  manajer selalu dipenuhi berbagai masalah dalam  membuat keputusan yang cukup rasional. Para manajer sesungguhnya bermaksud membuat keputusan yang rasional, tetapi karena keterbatasan kognitif, ketidakpastian, dan keterbatasan waktu, memaksa mereka mengambil keputusan dalam kondisi bounded rasionality (Salusu, 1996: 72). Pendapat ini senada dengan pernyataan Robbins (2008: 195), bahwa keputusan dalam organisasi dibuat dalam kerangka rasionalitas yang dibatasi. Hal ini karena keterbatasan informasi dan keterbatasan kemampuan pikiran manusia untuk merumuskan dan menyelesaikan masalah-masalah yang kompleks.
Menurut Simon, hal-hal yang membatasi upaya pengambilan keputusan yang rasional adalah:
1.      Informasi yang sempurna dan tidak lengkap.
2.      Kompleksitas permasalahan yang dihadapi.
3.      Keterbatasan kapasitas pengelolaan informasi manusia.
4.      Keterbatasan waktu yang tersedia untuk mengambil keputusan.
5.      Politik internal organisasi yang menimbulkan preferensi-preferensi yang saling berlawanan tentang tujuan-tujuan organisasi.

6.      Aliran Analisis Sistem
Aliran ini berpendapat bahwa setiap masalah berada dalam suatu sistem yang terdiri atas berbagai subsistem yang keseluruhannya merupakan satu kesatuan seperti terlihat ppada kata-kata dalam kotak teka-teki, dimana setiap kata mempunyai kaitan  dan dampak satu terhadap yang lain (Salusu, 1996: 72). Jadi tidak ada masalah yang berdiri sendiri, karena salah satu ciri masalah publik adalah saling terkait satu sama lain. Sehingga menurut aliran ini idealnya decision maker  dalam mengambil keputusan, harus melihat sebuah permasalahan secara komprehensif.
Cornell yang membahas secara khusus tentang pengambilan keputusan dari segi analisis sistem, menyatakan bahwa tujuan utama dari analisis sistem ialah mendidik para pengambilan keputusan untuk berpikir dengan cara yang teratur menyeluruh, lebih dari sekadar menyusun formula , atau bermain dengan angka-angka dan komputer (Salusu, 1996: 73).


Analisis sistem adalah suatu siklus dari sederetan aktivitas sebagai berikut:
1.      Merumuskan sasaran-sasaran (masalah dan peluang)  
2.      Merekayasa sistem-sistem alternatif untuk mencapai sasaran tersebut
3.      Mengevaluasi alternatif-alternatif dengan mempertibangkan aefektivitas dan biaya
4.      Mempertanyakan semua sasaran dengan asumsi-asumsinya
5.      Membuka alternatif-alternatif baru
6.      Menetapkan sasaran-sasaran baru
7.      Mengulangi langkah-langkah diatas sampai penyelesaian yang memuaskan tercapai.

Studi Kasus
Presiden mengeluarkan kebijakan konversi minyak ke gas yang merupakan salah satu dari lima kebijakan pemerintah dalam rangka penghematan  energi nasional. Program ini berlaku sejak tanggal 1 April 2012. Menurut Presiden, saat ini harga minyak mentah dunia tengah bergejolak. Kebijakan konversi salah satu upaya untuk mengantisipasi krisis global yang tengah melanda sebagian negara di benua Eropa (www.female.kompas.com). Keputusan ini dibuat oleh presiden setelah melalui pertimbangan dan informasi dari beberapa bawahannya, seperti  Menteri ESDM, Menko Perekonomian, Menteri Sekretariat Negara, Staf Khusus Presiden Ekonomi dan Keuangan,dsb.
Kebijakan presiden diatas merupakan salah satu contoh penerapan aliran birokratik dalam pengambilan keputusan. Karena  menurut aliran birokratik dalam pembuatan keputusan, bawahan bertugas menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh atasan, dan kemudian atasan membuat keputusan dengan menggunakan kemampuan dan pengalamannya berdasarkan informasi, data, dan fakta yang dikumpulkan oleh bawahan.

Referensi:
Islamy, Irfan. 2004. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Kusdi. 2009. Teori Organisasi dan Administrasi. Jakarta: Salemba Humanika.
Robbins, Stephen. 2009. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non Profit. Jakarta: Grasindo.
Singarimbun dan Sofian Effendi.  2011. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Tarigan, Robinson. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah (Edisi Revisi). Jakarta: PT Bumi Aksara.
http://female.kompas.com/read/2012/01/19/20321582/Presiden.Mari.Sukseskan.Konversi.BBM.ke.Gas

Penerapan Diskresi oleh BNN dalam Penanganan Kasus Penyalahgunaan Narkoba: Penahanan Raffi Ahmad





Oleh: Masrully (1110842033)
(Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, UNAND)


ABSTRAK
Peraturan yang dibuat oleh pemerintah tidak selalu bisa menyentuh sebuah persoalan yang diatur secara komprehensif. Oleh karena itu dibutuhkan sedikit kebebasan bagi administrator dalam bertindak ketika mereka menghadapi persoalan yang belum diatur secara jelas di dalam undang-undang, kebebasan ini dikenal  dengan istilah diskresi.
Contoh penerapan diskresi oleh administrasi negara adalah kebijakan BNN untuk menahan Raffi Ahmad yang terbukti mengonsumsi methylone. Zat ini merupakan zat turunan dari zat katinone yang merupakan jenis narkoba golongan I. Penahanan Raffi Ahmad menuai pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat karena zat methylone tidak tercantum dalam penjelasan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Tindakan BNN ini merupakan kebijakan yang tepat dan rasional karena zat ini terbukti merupakan turunan dari zat katinon , bahan dasarnya adalah katinon yang dikombinasikan dengan metil. Selain itu zat ini juga menimbulkan efek yang sama dengan efek yang ditimbulkan oleh alkohol, kokain, ektasi dan narkoba jenis lainnya.

Keyword: Peraturan, Diskresi, Administrator, BNN, Methylone

PENDAHULUAN

       Di dalam sebuah negara pemerintah memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penyelenggara negara dan pelayan publik. Untuk mengatur penyelenggaraan kedua fungsi tersebut pemerintah membentuk dan menetapkan undang-undang atau peraturan yang memilki kekuatan hukum sebagai landasan dan acuan bagi para administrator. Menurut Atmosudirjo hukum dibutuhkan karena dalam negara modern pemerintah telah banyak ikut campur dalam berbagai dimensi kehidupan masyarakat (Atmosudirjo, 1994: 25).
      Undang-undang merupakan produk hukum yang dibuat oleh manusia, sehingga tidak ada suatu undang-undang yang rumusan pasal-pasalnya dapat menjangkau seluruh aspek kehidupan masyarakat dan keseluruhan kejadian yang tidak dapat diramalkan (http://jurnal.umy.ac.id). Terkadang muncul masalah-masalah baru yang belum diatur secara tegas di dalam undang-undang, namun tetap harus diselesaikan oleh administrator. Oleh karena itu, dibutuhkan sedikit kebebasan bagi  administrator  untuk mengambil kebijakan dalam rangka menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Kebebasan ini dikenal dengan istilah diskresi atau freies ermessen.


PEMBAHASAN

1. Konsep Diskresi
Menurut Panjaitan  istilah diskresi atau freies ermessen berasal dari bahasa Jerman. Kata freies diturunkan dari kata frei dan freie yang artiny  bebas. Sedangkan kata ermessen berarti mempertimbangkan, menilai, menduga, dan keputusan. Jadi secara etimologis, freies ermessen dapat diartikan sebagai “orang yang bebas mempertimbangkan,bebas menilai, bebas menduga, dan bebas mengambil keputusan” ( Jurnal Ilmu Administrasi, 2010: 118).
Sofyan Lubis berpendapat bahwa diskresi adalah kebijakan dari pejabat yang intinya membolehkan pejabat publik melakukan sebuah kebijakan dimana undang-undang belum mengaturnya secara tegas, dengan tiga syarat, yakni demi kepentingan umum, masih dalam batas wilayah kewenangannya, dan tidak melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (http://www.kantorhukum-lhs.com).
Diskresi dibutuhkan untuk mendukung efektivitas penyelenggaraan negara. Bahsan Mustafa menyebutkan bahwa diskresi diberikan kepada pemerintah mengingat fungsi pemerintah atau administrasi negara , yaitu menyelenggarakan kepentingan umum yang berbeda dengan fungsi kehakiman untuk menyelesaikan sengketa antar penduduk. Keputusan pemerintah lebih mengutamakan pencapaian tujuan atau sasarannya daripada sesuai dengan hukum yang berlaku (Ridwan, 2006: 178).
Namun diskresi memiliki batasan-batasan yang harus diperhatikan oleh administrator agar penggunaan diskresi tidak bertentangan dengan peraturan hukum yang lain, baik formal maupun konvensional. Selain itu diskresi  juga menuntut tanggung jawab secara moral maupun secara hukum, sebagaimana dinyatakan oleh Sri Juni Woro Astuti  bahwa diskresi dan akuntabilitas bagaikan dua mata uang yang tidak bisa dipisahkan (http://journal.unair.ac.id) .

 2. Diskresi BNN dalam Kasus Penahanan Raffi Ahmad
BNN (Badan Narkotika Nasional) merupakan salah satu lembaga negara yang bertugas untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan  penyalahgunaan narkotika dan prekursor narkotika. Kedudukannya diatur oleh undang-undang, yaitu dalam UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Pada tanggal 27 Januari 2013 BNN menangkap Raffi Ahmad di rumahnya di Jalan Gunung Balong Kavling VII Nomor 16 I, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Dia ditangkap bersama beberapa artis lainnya karena diduga menggunakan narkoba (http://www.tempo.co). Setelah dilakukan penyelidikan, akhirnya Raffi secara resmi ditahan BNN pada tanggal 1 Februari 2013 karena Raffi terbukti dan mengaku menyimpan narkoba (http://celebrity.okezone.com). Dari hasil tes laboratorium Raffi terbukti positif mengonsumsi metilon. Dia juga disangka memiliki 14 butir metilon dan dua linting ganja. (http://www.merdeka.com).
Kasus ini menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Hotman Paris, seorang pengacara, mengatakan bahwa kebijakan BNN untuk menahan Raffi Ahmad merupakan tindakan yang tidak tepat,  ia menilai apa yang dilakukan Raffi tidak dapat disebut tindak pidana karena zat methylone belum diatur undang-undang, jika memang akan menahan Raffi harus ditetapkan dulu di dalam undang-undang (http://entertainment.kompas.com). Sebaliknya, Mufti Djusnir, seorang ahli farmakologi, mendukung dan meyakinkan BNN bahwa tindakan mereka tepat, karena methylone merupakan zat turunan dari katinone yang telah diatur dalam undang-undang.
Menurut penulis, kebijakan BNN untuk menahan Raffi merupakan sebuah bentuk diskresi yang tepat. Karena walaupun tidak disebutkan secara jelas di dalam undang-undang, namun penelitian dan ahli farmakologi telah menyatakan dan membuktikan bahwa mehtylone merupakan turunan dari katinone. Kemudian, zat ini juga merupakan zat yang berbahaya bagi kesehatan, mengonsumsi methylone bisa menyebabkan denyut jantung menjadi meningkat ke titik yang bisa membuat penggunanya mengalami palpitasi atau denyut jantung tidak teratur. Efek yang ditimbulkan zat ini juga sama dengan efek yang ditimbulkan narkotika  seperti alkohol dan ektasi (http://health.liputan6.com).
Revisi undang-undang tentang narkotika hanya dibutuhkan jika zat methylone merupakan zat yang baru dan tidak termasuk kategori narkotika yang disebutkan dalam penjelasan undang-undang, tetapi faktanya zat tersebut merupakan turunan dari narkotika.





KESIMPULAN
Diskresi merupakan kebebasan bagi administrator untuk mengambil kebijakan terhadap persoalan yang belum diatur di dalam undang-undang atau dalam menginterpretasikan undang-undang yang masih bersifat general. Diskresi melekat dan dibutuhkan untuk meningkatkan efektivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan oleh administrator negara.
Kasus penahanan Raffi Ahmad yang terbukti mengonsumsi zat methylone oleh BNN merupakan salah satu bentuk diskresi kebijakan. Kebijakan BNN ini merupakan tindakan yang rasional dan tepat, karena methylone terbukti merupakan zat turunan dari katinone.
 




DAFTAR PUSTAKA

Aritonang , Dinoroy. Penggunaan Asas Diskresi dalam Pembuatan Produk Hukum. Jurnal Ilmu Administrasi, Vol. VII, No. 2, Juni 2010.
Atmosudirjo, S. Prajudi. 1994. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia
Ridwan, HR. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
http://journal.unair.ac.id/detail_jurnal.php?id=4063&med=15&bid=8. Diakses pada tanggal 18 April 2013.
http://health.liputan6.com/read/501868/methylone-yang-dipakai-raffi-ahmad-itu-apa-ya-cek-di-sini. Diakses pada 18 April 2013.
http://jurnal.umy.ac.id/index.php/mediahukum/article/view/1381. Diakses pada 18 April 2013.
http://entertainment.kompas.com/read/2013/02/03/11344669/Hotman.Paris.Raffi.Tak.Pantas.Ditahan.karena.Methylone. Diakses pada tanggal 23 April 2013.
http://www.merdeka.com/peristiwa/raffi-ahmad-resmi-ditahan-di-rutan-bnn.html. Diakses pada tanggal 23 April 2013.
http://www.tempo.co/read/news/2013/01/27/064457239/Begini-Kronologi-Penggerebekan-Raffi-Ahmad-Cs. Diakses pada tanggal 23 April 2013.